Jumat, 13 November 2015

Pupuh Pucung Sucita-Subudi

By
PUPUH SUCITA SUBUDI

Bibi anu, lamun payu luas manjus,
Antenge tekekang
Yatnain ngaba masui
Tiuk puntul
Bawang anggon pasikepan

Anak liu bencana ring marga agung
Bajang bulu bukal
Mangisep nyonyo ngelanting
Mangetekul
Ento makrana empetan

memang banyak bencana di jalan raya (berupa) jin berbulu (menyerupai)kelelawar besar (suka) menghisap susu yang menggelantung (sambil) meringkuk itu menyebabkan mampet.

Bantal siyu cerorote limang atus,
Eda jotang kija (atau: Da jotanga kija)
I dadong dogen ejotin
Tuyuh ngempu
Uling cenik nganti kelih

Krantang kruntung ketungan kadenang ejun
Alune dayungan
Umahe kadenang pasih
Tepuk ngiu
kadenang penyu mejalan

Ada juga yang cecimpedan/teka-teki:

Berag landung ngelah panak cerik liyu
Memene slelegang
Panakne enjek-enjekin
Menek tuwun
Memene gelut gisiang

kurus tinggi punya anak kecil (dan) banyak, ibunya disandarkan anaknya diinjak-injak naik turun ibunya peluk dan pegang (jawabnya:........ tangga....)

Tanggapan :BP. Aris Widyastana

Anak liu bencana ring marga agung
Bajang bulu bukal
Mangisep nyonyo ngelanting
Mangetekul
Ento makrana empetan

Menurut Bapak saya, ini adalah peringatan bagi kaum ibu agar jangan membiarkan susunya bergelantungan tanpa busana. Sudah jamak jaman dulu, wanita desa yg sudah memiliki anak akan dengan tanpa ragu tidak memakai pakaian atas alias bertelanjang dada. Dengan kata lain, kalau seorang wanita sudah berani bertelanjang dada itu artinya dia sdh punya anak.

Mungkin jaman itu tidak ada pria yg bernafsu dgn wanita beranak, walau ditunjukin Dengan lagu di atas diharapkan wanita, terutama yg sedang menyusui, mau berpakaian, sehingga terjaga kesehatan sumber makanan utama bagi sang bayi.

Tanggapan : Ki Jero Martani

Bibi anu, lamun payu luas manjus,
Antenge tekekang
Yatnain ngaba masui
Tiuk puntul
Bawang anggon pasikepan

Siapapun (anu) jika ingin membersihkan diri (manjus) sikap rajin (anteng) perlu dipertahankan (tekakang) dan ingatlah untuk memahami dan memanfaatkan talenta yang dimiliki hati-hati dengan lidah (tiuk puntul) dan laku prihatin (bawang - perih - nangis) jadikanlah pegangan (pasikepan)

Kalau lagu bibi anu diintrepratasi seperti di atas, maka sudah bukan buat anak-anak lagi, tapi buat kita sendiri.

Tanggapan : Ibu Aryani

walau sering di lagukan untuk menidurkan anak, saya yakin orang Bali dulu meyimpan Filsafat dimana mana, entah di lagu, entah di upakara. Kalau orang islam, begitu anaknya lahir, kata kata yang bayi dengar pertama, adalah doa-doa mereka. Selalu dibisikkan oleh ayahnya. tak salah kalau kita menyanyikan lagu-lagu seperti itu kepada anak anak.

Biar mereka kuat nanti dalam ke filsafat dan ke- Hinduannya. Kalau hanya orang dewasa boleh berfilsafat, sayang juga. Waktu kecil, dimana anak anak begitu tajam dan besar daya serapnya mereka akan menyerap semua yang bisa didapatkan dari lingkungannya. Orang Islam anak anaknya dilatih puasa dari kecil juga, atau diajarkan agama mereka dengan berbagai cara. Kita juga bisa mendidik anak kita dengan filsafat sejak kecil dari lagu atau cerita. Kalau bisa dijelaskan apa makna ini atau itu. tidak hanya " nak cening sing nawang apa telingan ibane!" / mas Tri : anak kecil tak tahu apa apa..diem loe!

Dengan Apresiasi seperti ini akan mudah mendidik mereka di masa dewasa. Kalau kecil dasarnya kuat dewasa hanya diamplas saja.

Maaf kalau lancang. karena saya apresiasi saya dari kecil adalah, arja, wayang, topeng atau lagu-lagu . Dan karena Bali jauh dari Jerman, saya mendekatkan mereka dari kecil dari Cerita Ramayana, Mahabarata dan lagu-lagu tradisi bali. Anak anak saya tahu siapa itu hanuman, laksmana dan punya tokoh Favorit masing masing.

Kalau saya tidak ceritakan mereka dari kecil, nunggu besar, mereka akan lebih tertarik pada figur komik jepang yang berganti ganti terus. (sekarang mereka juga main ps2 atau psp tapi tetap saja, mereka juga tidak asing dengan cerita cerita Bali kita). Maaf jero, saya tidak mau mengajar atau hal-hal lain cuma melempar balik - Apa andil kita manusia atas kelanggengan budaya, agama, kita. mulai dari yang sederhana saja- tiang anak belog, bisa sledep pong angguk sir dogen :))

Tanggapan : Dari Bp. Wayan Sutrisna (Torado, tt)

Bibi anu, lamun payu luas maandus,
Antenge tekekang
Yatnain ngaba masui
Tiuk puntul
Bawang anggon pasikepan

Bibi anu artinya yen bibihe enu ( speak but not talk) mulut bicara nu ade ne ngugu, kata kata kita ada yg masih percaya sehingga masih ada yg denger.

lamun payu luas maan - dus artinya kalo kita bener-bener mau (lamun payu,) luas maan = luas artinya dibali usaha, maan artinya dapetin apa yg kita mau sedang "dus" artinya bisa dapurnya ngebul ato basa balinya mekedus antenge tekekang artinya rajin disiplin, konsisten yatnain ngaba masui maksudanya hati2 ngabe musuhe diawak ( yg bernama sad ripu) hati hati pula terhadap musuh di luar diri kita, karena rue binede tak bisa dihindari di mana ada kawan pasti ada musuh.

tiuk puntul artinya bila kamu punya musuh untuk menghadapinya jangan sekali sekali pake senjata ato kekerasan, seperti menjadikan pedang/ senjatamu tumpul (karena bila memakai kekerasan hanya dua akibatnya, masuk UGD ato masuk Bui)

bawang anggon sasikepan = bawang maksudnya bawe /wibawa, pengaruh itulah di jadikan senjata agar menang tampo ngarosake ( menang tak merasa memenangkan agar terhindar dari lingkaran setan menang kalah.

Dari Pupuh Pucung Sucita Subudi ini banyak sekali yang masih kita harus gali makna yang tersimpan di dalamnya salah satunya dapat dijelaskan sebagai berikut :

Bibi anu, lamun payu luas manjus,
Antenge tekekang
Yatnain ngaba masui
Tiuk puntul
Bawang anggon pasikepan

Simbul "Bibi" pada baris pertama, dimaksudkan untuk mereka pengemban fungsi Brahmana (menjaga luhurnya peradaban) yang mana dalam keseharian rumah tangga lebih banyak dilaksanakan oleh para Ibu kaum per"EMPU"an, yang dengan penuh tanggung jawab "Ngempu" kehidupan keluarga lewat yadnya, keteduhan rasa sayang, kesabaran dan ketulusan Cinta Kasih.

Kebulatan tekad untuk melakukan "yadnya" juga sering membangkitkan "keberanian" yang luar biasa bagi seorang Ibu dimana seorang ibu yang tidak sempat memasukkan seteguk air ke dalam mulutnya tetapi bersedia mengalirkan seluruh air susunya demi sang anak, yang bersedia mengalirkan seluruh air matanya demi sang anak untuk memberikan susu, pengorbanan, elusan, kesiapan hidup-mati dan lain-lain hanya bisa diberikan oleh seorang ibu, yang menjadi bernilai "Utama"/Agung", sehingga pada kaum per"EMPU"an ini juga dipersembahkan sebuah gelar kehormatan "WaniTa" (Wani=keberanian, Ta=Utama).

Makna yang dengan sempurna dititipkan dalam frasa "Luas Manjus" berfungsi sebagai penjaga peradaban (keutamaan hidup) itulah maka mereka diharapkan senantiasa melakukan ziarah spiritual untuk Penyucian diri (Tirtha Yatra). Sebuah Tirtha yatra akan sungguh menjadi upaya penjernihan jika dilakukan dengan kemampuan mawas diri secara terus menerus. Sikap mawas diri berarti kemampuan untuk menciptakan ruang kontemplasi pada seluruh bangun aktifitas dan lingkup kehidupan kita.

Maka benar uangkapan pada baris berikutnya yang mengingatkan kita untuk "nekekang anteng" menjada sikap dan indria namun sekaligus juga waspada/awas pada segala fenomena, media dimana sebuah kontemplasi bisa terlaksana, lagi-lagi sebuah pesan yang terkemas apik pada ungkapan "yatnain ngabe masui".

Sadar akan kekurangan diri terutama dibidang ke"adnyanaan", ketumpulan rasa, keterbelengguan duniawi, dan keterbatasn hidup lainnya di satu sisi dan tuntutan untuk senantiasa menjadi penjaga gerbang peradaban manusia di sisi lain, maka upaya mengasah diri menuju tercainya "Pencerahan"/"Sunya" haruslah dilakukan. Perjalanan panjang mengurai makna hidup sesungguhnya akan mengantarkan kita pada tingkat "kepolosan total" yang juga berarti "Sunya" tanpa ikatan material, tanpa kesumpekan ambisi, sifat angkara lainnya. Lakukanlah Tirtha yatra itu seperti kita mengupas bawang, selapis demi selapis sampai akhirnya kita sampai pada inti yang justru "sunya" dari segala keinginan, bebas dari rasa suka maupun duka, Moksah yang sesungguhnya. Pesan terakhir ini tersimpan rapi pada baris penutup Sucita Subidi diatas.

Semoga bermanfaat, mohon maaf kalau ada salahs ketik sinampura.....

Om Shantih, Shantih Shantih,.....
Bagus S.

Rangkuman :
From: "Bagus Suwecana" (bagus@wanaarthalife.com)
Date: Fri, May 11, 2007 10:44
To: hindu-dharma@itb.ac.id

Source : HDNet

0 comments:

Posting Komentar