Minggu, 08 November 2015

Pandita Budha Bukan Beragama Buddha

By
Ketika pujawali di Pura Samuan Tiga beberapa hari yang lalu, ada orang yang bertanya kepada saya, kenapa upacara dipuput Tri Sadhaka yang terdiri dari Pandita Siwa, Pandita Budha dan Pandita Bujangga. Dia membacanya dari koran dan di berita itu tak dijelaskan sama sekali tentang fungsi ketiga pendeta itu. Karena itu dia bertanya: kenapa ritual agama Hindu harus dipuput juga oleh Pandita Budha? Bagaimana sejarahnya?

Ternyata banyak orang yang tak paham soal ini. Kalau orang Bali saja tidak paham, bagaimana orang luar Bali yang bisa paham? Mereka pasti mengira bahwa Pandita Budha itu beragama Budha. Berdasarkan perkiraan itu orang luar Bali lalu kagum akan kerukunan beragama di Bali. Tetapi bagi orang Bali yang tak paham mereka bingung apa urusannya pendeta yang beragama Buddha ikut-ikutan ritual dalam agama Hindu?

Sebenarnya bukan hanya saat pujawali di Samuan Tiga dipuput Pandita Budha. Setiap upacara besar di Besakih pasti dipuput Tri Sadhaka yang unsurnya ada Pandita Budha. Bahkan pada ritual ngenteg linggih dan tawur yang besar seringkali harus membutuhkan Pandita Budha untuk muput. Yang harus dipahami adalah Budha (dengan satu huruf “d”) adalah paham atau aliran atau di masa lalu sering disebut sekte, yang ada di dalam agama Hindu. Jadi bukan Buddha (dengan dua huruf “d”) sebuah agama resmi yang berdasarkan ajaran Sidharta Gautama atau Sang Buddha itu sendiri. Jadi Pandita Budha yang muput di Samuan Tiga, di Pura Besakih dan ritual besar lainnya, ya, pendeta yang beragama Hindu.

Orang Bali juga sering tak paham atau sengaja membuat dirinya keliru tentang Tri Sadhaka. Dikiranya Tri Sadhaka itu adalah tiga pendeta berdasarkan keturunan atau klan. Sehingga muncul kemudian istilah Sarwa Sadhaka, artinya sadhaka (Pandita atau sulinggih) dari klan apa saja. Tidak, Tri Sadhaka ini adalah fungsi (di Bali sering disebut agem-ageman) sang sulinggih, apakah dia punya ageman Siwa, Budha atau Bujangga.

Pandita Siwa, Pandita Budha, Pandita Bujangga dimuat dalam lontar Eka Pramana, yang tugasnya amrestistha Tri Bhuwana (membersihkan tiga alam) yaitu Bhur Loka, Bhuwah Loka dan Swah Loka. Dalam lontar itu tak dikenal istilah Tri Sadhaka. Jadi sebuah ritual besardibutuhkan tiga jenis pendetaHindu, yaitu satu atau lebih pendetayang mengupacarai alam Bhur, satu atau lebihlagi mengupacarai alam Bhuwah, satu atau lebihlagi yang muputupacara di alam Swah. Nah, sulinggih Hindu itu dari manapun asalnya, dari manapun warganya, kalau memang menguasai muputupacara di kelompok-kelompok itu, silakan memuja.

Kata Budha di Bali memang sudah sangat populer. Ada haridalam bahasa Bali bernama Buda, hanya penulisannya yang beda, ucapannya sama saja. Selain itu, para pengikut agama Buddha di Bali sulit dibedakan sepintas lalu dengan umat Hindu. Semuanya membaur, baik secara budaya maupun kesehariannya. Kalau terjadi interaksi atau dialog, paling yang membedakan adalah umat Buddha lebih banyak diisi oleh warga keturunan.

Tapi banyak juga orang Bali yang memeluk agama Buddha, bahkan memegang posisi penting di wilayah agama itu. Bhiksu Girirakhito Mahatera yang kini telah tiada, adalah putra Bali asal Singaraja yang pernah memegang posisi tertinggi di Walubi (Perwalian Umat Budhha Indonesia). Tutur katanya begitu halus, dan selalu memakai bahasa Bali jika berbicara dengan orang Bali, meskipun beliau tinggal di Jakarta. Oka Diputhera, bekas direktur agama Buddha yang kemudian menjadi Sekjen Walubi, juga orang Bali kelahiran Negara. Kesehariannya tak bisa dibedakan dengan orang Bali yang Hindu, karena tutur bahasa dan guyonannya khas Bali. Begitu pula, misalnya, dengan pakar meditasi Merta Ada. Bahasa Balinya halus, logatnya pun Bali asli, stafnya banyak orang Bali yang Hindu, tapi Pak Merta Ada sendiri penganut Buddha yang taat. Hanya para pendeta (bikshu) Buddha yang jelas-jelas beda penampilannya, kepalanya plontos dan pakaiannya dengan warna dan corak yang khas.

Interaksi Hindu dan Buddha di Bali selama ini berjalan harmonis. Namun umat Hindu tetap harus diberi pencerahan bahwa Pandita Budha yang muput upacara Hindu itu betul-betul beragama Hindu. Bukan yang lain. (*)

Source : Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda

0 comments:

Posting Komentar