Selasa, 06 November 2012

Kisah Ambarisa 21 s/d 40

By
21. "Dalam melaksanakan tugas-tugas sehari-harinya sebagai raja, Maharaja Ambarisa selalu mempasrahkan hasil dari berbagai pelaksanaannya kepada Yang Maha Esa, yang adalah penikmat dan penentu semua tindakan-tindakannya dan begitu juga Yang Maha Esa adalah juga penentu hasil dari semua tindakan yang jauh dari persepsi duniawi ini. Beliau selalu meminta berbagai pendapat dan nasehat dari para brahmana yang berbakti kepada Yang Maha Esa secara amat setia, dengan demikian beliau menguasai planet bumi ini tanpa kesulitan."

22. "Di negara-negara yang bergurun pasir di mana sungai Sarasvati mengalir, Maharaja Ambarisa telah melaksanakan berbagai upacara pengorbanan seperti Asvamedha-yagna dan telah memuaskan Yang Maha Esa, Penguasa Utama seluruh yagna (Yajna). Berbagai upacara ini dilaksanakan penuh dengan perhatian dan memenuhi semua syarat-syarat yang diperlukan dan lengkap dengan berbagai daksina bagi para brahmana yang hadir dan berpartisipasi, yang dipimpin oleh Resi Vasistha, Asita, dan Gautama, yang mewakili Sang Raja, pelaksana berbagai upacara suci ini."

Keterangan : Negara-negara yang bergurun pasir bisa diartikan berbagai negara bagian di India kini, tetapi juga bisa berarti jazirah Timur-Tengah di mana pada zaman tersebut sungai Sarasvati pernah mengalir dan berujung di teluk Arabia. Konon orang-orang di Timur-Tengah baik yang keturunan Yahudi dan Arab atau Palestina dipercayai oleh masyarakat India sebagai keturunan mereka (keturunan wangsa Bharata pada zaman dahulu kala). Yesus Kristus sangat dihormati di India karena dianggap sepertiga turunan Arya-India, dan tiga orang Majus yang menghadapnya dengan ratna mutu manikam sewaktu Beliau lahir adalah sebagian dari utusan para resi dari India; dari sekitar puluhan utusan hanya tiga orang saja yang mampu menghadiri kelahiran sang Kristus.

Menurut versi India, Kristus pada usia 12 tahun diajak ke India dan kembali sebagai seorang resi-yogi yang brahmacari pada usia sekitar 32 tahun, Beliau juga bersifat vegetarian, ahimsa dan memuja Yang Maha Esa (Isa), dan mengajarkan kembali inti Hindhu-Dharma kepada kaum Yahudi yang tidak mau menerima ajaran ini. Akhirnya beliau disalib, dan diselamatkan oleh ketiga resi tersebut dan dibawa kembali ke India dan meninggal dunia pada usia yang sangat tua di suatu tempat di Kashmir, konon kuburan Beliau dan turunan Beliau masih eksis sampai saat ini di lokasi tersebut. Demikian versi India ini. Konon itulah sebabnya Beliau bernama Isa, karena Beliau adalah pemuja Isa.

23. "Pengorbanan (Yajna) yang diselenggarakan oleh Maharaja Ambarisa ini dihadiri oleh para anggota dewan negara dan para pendeta yang terdiri dari berbagai golongan yang kesemuanya mengenakan jubah-jubah kebesaran, mereka semua terkesan mirip para dewa. Dengan mata yang bersinar-sinar mereka menyaksikan dengan penuh perhatian penyelenggaraan yajna ini."

24. "Penduduk di kerajaan Maharaja Ambarisa sudah terbiasa dengan berbagai aktifitas dan puja-puji spritual yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa, para penduduk ini ikut melakukan berbagai upacara ini tanpa mengharap sedikitpun agar dapat moksha atau pergi ke berbagai swarga-loka, walaupun mereka juga sadar bahwa loka-loka ini menjadi dambaan para dewa sekalipun."

25. "Mereka-mereka yang telah larut dalam kebahagian transendental dengan berbakti kepada Yang Maha Esa, tidak tertarik akan kesaktian dan berbagai kedahsyatan para kaum mistik, karena mereka sadar bahwa faktor tersebut adalah halangan bagi pencapaian karunia sejati Yang Maha Esa yang dapat dirasakan di dalam hati sanubari seorang pemuja yang senantiasa berpikir akan Yang Maha Esa dan memujaNya dari bagian relung kalbunya yang paling dalam."

26. "Maharaja Ambarisa sebagai penguasa planet bumi ini, khusus demi upacara ini melaksanakannya penuh bhakti dan berupawasa (tapa-brata dan berpuasa) yang sangat berat dan penuh disiplin. Dengan senantiasa berpikir untuk memuaskan Yang Maha Esa sewaktu melaksanakan bakti spritualnya, beliau mengesampingkan seluruh nafsu-nafsu duniawinya secara bertahap."

27. "Maharaja Ambarisa menanggalkan semua ikatan-ikatan kekeluargaannya termasuk dengan para istri, putra-putri, teman-teman dan handai-taulan, bahkan dengan hewan-hewan peliharaan yang teramat prima seperti koleksi gajah dan kuda, kereta-kereta perang dan emas permata, berbagai perhiasan, jubah-jubah yang mewah dan harta benda yang serba gemerlapan ditinggalkan semua, karena beliau beranggapan semua ini sebagai tidak abadi dan bersifat materi duniawi belaka."

28. "Tuhan Yang Maha Esa (Hari) yang teramat puas dan bahagia akan bakti yang teramat tekun dan penuh dedikasi ini menganugerahkan cakraNya kepada sang maharaja, agar beliau selalu terhindar dari segala mara-bahaya dan serangan-serangan para musuhnya."

Keterangan : Umumnya para pemuja atau bakta Yang Maha Esa terkesan selalu lemah-lembut, penakut, mengalah dan sebagainya, karena mereka-mereka ini selain bersikap sangat pasrah juga bersifat ahimsa, apalagi yang sadar bahwa Sang Atman hadir di dalam segala mahluk hidup, tidak akan menyakiti seseorang walaupun disakiti olehnya.

Para mahluk jahat, asura dan manusia-manusia yang penuh dengan kebatilan selalu ingin mempersulit para pemuja yang lemah-lembut ini dengan berbagai cara dan alasan. Tetapi tanpa disadari para pemujaNya, Yang Maha Kuasa (Hari) selalu menjaga para bakta-baktaNya dengan cara-cara yang penuh dengan keajaiban, sering sekali di luar nalar manusiawi kita. Sang Maharaja yang mendapatkan anugrah Cakra ini sebenarnya sama sekali tidak menyadari akan fungsi dan keampuhan cakra ini karena beliau ini sudah jauh dari sidhi dan pamrih.

29. "Maharaja Ambarisa yang berhasrat memuja Sri Krishna Vasudewa, beserta istri (permasuri)nya yang tidak kalah imannya dari sang suami, beritikad untuk melakukan tapa-brata Ekadasi dan Dvadasi dengan berpuasa selama setahun penuh."

Keterangan : Hanya pria yang beruntung saja yang bisa mendapatkan istri yang sama imannya, begitupun hanya seorang istri yang beruntung mendapatkan pasangan suami yang beriman sama karena hal ini amatlah langkah di dunia yang serba materi ini. Masyarakat Hindhu India percaya bahwa dengan berpuasa setahun penuh, khusus untuk hari-hari yang disebut di atas dapat membahagiakan dan memuaskan Sang Kresna Vasudewa. Biasanya setelah selesai dengan upacara ini seseorang akan memasuki kehidupan Vanaprastanya.

30. "Pada bulan Kartika, setelah menjalankan tapa-bratanya selama setahun, dan berpuasa selama tiga hari selanjutnya, dan setelah bersiram diri di sungai Yamuna, Maharaja Ambarisa memuja Sang Hari, Tuhan Yang Maha Penyayang, di suatu lokasi yang disebut Madhuvana."

31/32."Maharaja Ambarisa melaksanakan upacara pemandian Arca Sang Krishna Vasudewa (Maha-bisheka) sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dengan segala ragam tata upacara yang seharusnya, kemudian beliau mengenakan kepada arca tersebut berbagai pakaian kebesaran, perhiasan, kalungan-kalungan bunga yang serba bermutu prima. Dengan seksama dan penuh bakti, beliau memuja Sri Krishna dan juga menghaturkan puja bagi semua brahmana yang berbahagia yang lepas dari berbagai nafsu duniawi."

33/34/35."Selanjutnya Maharaja Ambarisa memuaskan hati semua tamu yang hadir dengan berbagai sesajian dan lain sebagainya, khususnya para brahmana yang hadir mendapatkan perhatian yang penuh dan teramat khusus. Beliau menyumbangkan 60 kror (600 juta) ekor sapi yang masing-masing tanduknya berlapiskan emas dan bagian lehernya berkalungkan perhiasan yang berlapisan perak. Semua sapi-sapi ini berhiaskan kain dan disertai kantung-kantung susu yang penuh. Semua sapi-sapi ini nampak sangat jinak, berusia muda dan sangat menawan dan disertai oleh anak-anak sapi mereka. Setelah mempersembahkan sapi-sapi ini, sang raja secara penuh perhatian mempersembahkan santapan bagi semua brahmana yang hadir, dan setelah mereka semua telah terpuaskan, maka dengan izin mereka Sang Raja lalu memutuskan untuk mengakhiri puasa Ekadasinya. Dan tepat pada saat itu, hadir seorang resi agung dan teramat sakti mandraguna, tanpa diundang."

Keterangan : Di dalam Hindu-dharma sebenarnya ada peraturan yang tidak memperbolehkan seseorang untuk menghadiri upacara orang lain termasuk sanak-saudara tanpa diundang, hanya upacara kematian saja yang merupakan kekecualian, karena pada upacara kematian umat Hindhu Dharma di India tidak mengundang siapapun; adalah kewajiban para handai-taulan untuk datang sendiri dan bergotong-royong membantu keluarga yang meninggal dunia. Di Bali saat ini sering terlihat dan dibagi-bagikan kartu undangan yang mewah untuk upacara ngaben padahal undangan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan ajaran Veda-Veda, juga tidak tertera di lontar, ataupun Shastra Vidhi lainnya yang bernuansakan Hindhu Dharma.

36. "Setelah berdiri dari tempat duduknya dan menerima Durvasa Muni, Raja Ambarisa mempersilakan sang resi untuk duduk bersama, kemudian sang resi dihormati seperti layaknya menghormati seorang resi yang agung. Setelah menyentuh kedua telapak kaki sang resi, Maharaja Ambarisa mempersilakan beliau untuk berbuka puasa secara bersama-sama."

37. "Dengan senang hati Durwasa Muni menerima ajakan bersantap bersama ini, tetapi beliau meminta waktu agar dapat melakukan ritual kebiasaannya dahulu. Di sungai Yamuna yang airnya dianggap sangat suci dan ia bersemadi ke arah Sang Brahman (brhad-dhyana)."

Keterangan : Sang resi bermeditasi untuk waktu yang agak lama dan mungkin lupa bahwa sang raja sedang menunggunya dengan penuh kerisauan karena waktu berbuka sudah hampir berlalu, dan kalau batal berbuka pada saat tersebut sang raja harus berpuasa satu tahun lagi.

38. "Sementara itu hanya sedikit sesajen upacara hari Dvadasi yang tersisa untuk berbuka puasa. Sehingga mau tidak mau sang raja harus cepat-cepat berbuka puasa. Dalam situasi yang teramat kritis ini, sang raja memohon nasehat dari para brahmana yang hadir."

39/40.Sang raja berkata : "Adalah suatu pelanggaran yang berat seandainya kami tidak menghormati para brahmana. Dan pada saat yang sama seandainya tidak segera berbuka puasa berarti janji puasa kami selama kurun waktu setahun akan terlanggar. Oleh sebab itu wahai brahmana seandainya anda semua beranggapan bahwa adalah suatu tindakan yang suci dan tidak melanggar kaedah-kaedah agama, perkenankan kami berbuka puasa dengan meneguk air. Dengan cara ini, setelah mendapatkan masukan dari para brahmana, sang raja meneguk sedikit air, yang menurut para brahmana ini, tidak dianggap menyantap sesuatu."

Source : webmaster



0 comments:

Posting Komentar