Senin, 12 November 2012

Penyelamatan Nyawa Durvasa Muni

By
1. Sukadewa Goswami bersabda kepada Maharaja Parikesit : "Sewaktu Sang Hyang Vishnu bersabda dan menasehati Durvasa Muni yang terganggu oleh Cakra Sudarsana, langsung saja sang resi kembali ke Sang Maharaja Ambarisa. Dengan penuh rasa duka-cita dan penyesalan yang teramat dalam beliau menyembah sang raja dan menyentuh kedua telapak kakinya penuh rasa hormat."

2. "Sewaktu sang resi menyentuh kakinya, sang raja merasa teramat malu, dan sewaktu menyaksikan bagaimana sang resi mulai menghaturkan puja-puji kepadanya, sang raja merasa tertekan batinnya. Langsung saja Maharaja Ambarisa memanjatkan doa kepada Sang Sudharsana Cakra."

3. "Berkatalah sang raja : "Wahai Sudharsana, Dikau adalah sang Agni, Dikau juga adalah sang Surya dan Somah (rembulan), paling utama, diantara semua yang terang benderang di langit. Dikau adalah apah (air), Bumi, Langit, Udara dan kelima unsur sensual (suara, rasa, bentuk, dan sebagainya), dan Dikau adalah indra-indra itu sendiri."

4. "Wahai Dikau yang paling disegani (disayangi) oleh Acyuta (nama lain Yang Maha Esa), Dikau memiliki beribu-ribu gerigi. Wahai pemimpin dunia materi, penghancur semua jenis senjata, penampakan murni (dharsana) dari Tuhan Yang Maha Esa, daku menghaturkan puja hormatku kepadaMu. Sudilah kiranya melindungi dan mengampuni Brahmana ini."

Keterangan : Secara tersirat kami berpikir bahwa kemungkinan kata Sudharsana Cakra berasal dari kata Sudhar (sadar, kesadaran murni = eling) dan dharsana = penampakan murni dari Yang Maha Esa, jadi kemungkinan besar Sudharsana bisa juga berarti Yang Maha Esa itu sendiri dalam bentuk atau Manifestasi murni yang bercahaya dan bertenaga dashyat (Aura Ilahi) yang mengayomi secara khusus seluruh jagat-raya dan isinya dan hanya dapat disaksikan dan dirasakan Kehadirannya oleh mereka-mereka yang telah murni kesadarannya seperti Raja Ambarisa, Arjuna dan resi Vyasa, dan selalu disebut-sebut di berbagai shastra-vidhi secara tersirat.

5. "Wahai Sudharsana Cakra, Dikau adalah agama, Dikau adalah kebenaran, Dikau adalah pernyataan-pernyataan yang penuh dorongan semangat, Dikaulah pengorbanan, Dikau adalah penikmat semua pahala hasil pengorbanan, Dikau adalah pengayom seisi alam-semesta ini, dan Dikau adalah Teja Utama yang suci dan bersifat gaib dari pancaran Yang Maha Esa. Dikau adalah dharsana murni, oleh karena itu Dikau dikenal sebagai Sudharsana. Semuanya ini diciptakan olehMu dan oleh karena itu Dikau adalah Yang Maha Hadir (Sarva-Atman)."

Keterangan : Diatas tersirat "sikap" yang jelas sekali yang menyatakan bahwa Sudharsana Cakra adalah Teja Yang Maha Dashyat yang terpancar dari Yang Maha Esa itu sendiri.

6. "Wahai Sudharsana Cakra, Dikau memiliki pusat (as roda) yang teramat suci sifatnya, oleh sebab itu Dikau adalah penegak semua agama (akhila dharma setawe). Dikau ibarat sebuah komet yang dashyat dan pembasmi para asuras dan unsur-unsur adharma (adharma sila). Sebenarnya Dikau adalah pemelihara ketiga loka (tri-loka), Dikau penuh dengan pemahaman (pikiran), Dikau penuh dengan berbagai ketakjuban. Daku hanya mampu mengutarakan kata "namah" bagimu sambil menghaturkan hormat padaMu."

Keterangan : Kata Namah atau Namoh, Namo adalah kata-kata yang bersifat sangat halus dan diucapkan terhadap Yang Maha Tinggi, contoh untuk menggambarkan atau menghormati Tuhan Yang Maha Esa atau para istha-dewata, dan biasanya hanya dijumpai dalam mantram-mantram yang sakral sifatnya saja seperti misalnya, "Om Namah Sri Krishna Vasudeva Namaha", "Om Nama Shivaya", "Om Namo Sri Ganeshya Ganapati Namaha", dan sebagainya.

7. "Wahai pemimpin dari berbagai pembicaraan (diskusi, girampate), dengan cahayaMu, yang penuh dengan prinsip-prinsip dharma, kegelapan dunia ini dapat diterangi, dan ilmu pengetahuan timbul tercipta diantara para ilmuwan dan orang-orang suci. Sebenarnya tiada seorangpun yang mampu melampaui CahayaMu, karena setiap benda baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang bersifat agung dan kecil, adalah semata-mata berbagai manifestasiMu yang hadir melalui CahayaMu.

8. "Wahai Dikau Yang Tak Terkalahkan, sewaktu Dikau dikirimkan oleh yang Maha Kuasa ke antara (ke tengah-tengah kawanan) daityas dan Danawas (para setan, dedemit, raksasa, asuras, dan sebagainya). Dikau menghancurkan dan memotong tangan-tangan, perut, kepala kaki dan berbagai organ para asuras ini."

9. "Wahai pelindung alam semesta, Dikau dipergunakan oleh Yang Maha Kuasa sebagai senjataNya yang maha ampuh demi membasmi berbagai musuh. Demi kebaikan seluruh jajaran dinasti, sudilah memaafkan brahmana yang miskin dan lemah ini. Pengampunan ini akan merupakan anugrah bagi kami semua."

10. "Seandainya keluarga kami telah menghaturkan dana-punia kepada orang-orang yang seharusnya menerima, seandainya kami telah melakukan berbagai upacara ritual dengan seksama, seandainya kami telah melaksanakan tugas kami sehari-hari dengan baik, seandainya kami telah dituntun dengan benar oleh para brahmana yang terpelajar, (maka), kami memohon sebagai gantinya, brahmana ini dibebaskan dari api yang membara yang terpancar keluar dari Cakra Sudharsana ini."

11. "Seandainya Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang Tak Terukur oleh sang waktu, yang adalah sumber dari segala sifat gaib, yang adalah kehidupan dan jiwa seluruh mahluk hidup, memberkahi kami, (maka) kami memohon agar brahmana ini, Durvasa Muni, dibebaskan dari rasa sakitnya akibat terpanggang oleh api sang Sudharsana Cakra ini."

12. Sri Sukadwa Goswami melanjutkan : "Sewaktu sang raja memanjatkan doa permohonan ini kepada Sang Sudharsana Cakra dan kepada Sang Hyang Vishnu, maka cakra Sudharsanapun berubah menjadi tenang dan berhenti membara dan membakar brahmana yang disebut Durvasa Muni ini."

13. Durvasa Muni yang teramat sakti ini, merasa sangat bahagia sewaktu terlepas dari siksaan bara api Sudharsana cakra ini. Langsung saja ia memuja-muji keagungan sang Maharaja Ambarisa dan memberkahi sang raja dengan parama asisahnya (memberkahi secara utama).

14. Durvasa Muni berkata : "Wahai raja yang kuhormati, hari ini telah kualami keagungan para pemuja Tuhan Yang Maha Esa, walaupun aku telah menganiayamu, tetapi sebaliknya dikau berdoa demi kesejahteraanku."

15. "Bagi mereka-mereka yang telah mencapai strata Yang Maha Esa, pemimpin diantara para pemuja-pemuja sejati, apakah yang mustahil dan apakah yang tidak mungkin ditanggalkannya ?"

16. "Apa yang tidak mungkin bagi hamba-hamba Tuhan ? Hanya dengan mendengarkan nama suciNya semata seseorang itu bisa disucikan (ibarat nirmala)."

17. "Wahai raja, daku sangat menyesali dosa-dosaku, dikau telah menyelamatkan jiwaku ini. Oleh karena itu daku sangat berhutang budi kepadamu karena dikau bersifat teramat pengampun."

18. (Pada saat itu) Sang Raja memang sudah menunggu kembalinya Durvasa Muni dan selama masa menanti ini beliau mempertahankan puasanya. Selanjutnya dengan kembalinya sang resi, Maharaja Ambarisa bersujud dan menyentuh kedua kaki sang resi, menghormatinya dan menyuguhkan santapan yang lezat kepadanya secara besar-besaran.

19. Demikianlah dengan penuh rasa hormat sang raja menyambut kembali Durvasa Muni, yang setelah selesai bersantap berbagai hidangan yang teramat lezat merasa demikian bahagianya sehingga penuh dengan kasih-sayang yang melimpah memohon sang raja untuk berbuka puasa, "silahkan bersantap wahai Raja !"

20. Berkatalah Durvasa muni : "Aku merasa sangat bahagia dengan segala penerimaan dan penghormatanmu ini wahai raja yang kuhormati. Pada mulanya aku berfikir bahwasanya dikau adalah manusia biasa dan menerima ajakan untuk bersantap bersamamu, tetapi kemudian melalui jalan pikiranku, aku faham bahwa dikau adalah seorang pemuja Tuhan Yang Maha Esa yang sangat terhormat dan agung (di mata Tuhan Yang Maha Esa). Hanya dengan memandangmu, dengan menyentuh kedua belah telapak kakimu dan berkata-kata denganmu, daku merasa teramat berbahagia dan (bahkan) telah berhutang budi dan nyawa kepadamu."

21. "Selanjutnya setiap wanita yang suci yang berdiam di berbagai loka-loka di alam-semesta akan selalu menyenandungkan sifat-sifatmu yang tanpa cacat ini, dan masyarakat dunia akan selalu mengagungkan kebesaranmu dari waktu ke waktu."

22. Sri Sukadewa Goswami melanjutkan kisah ini; setelah puas dalam segala hal resi Durvasa yang konon teramat sakti dan mistis ini memohon pamit kepada sang raja dengan tanpa henti-hentinya memuja sang raja. Melalui berbagai titian jalan di langit, beliau menuju ke Brahma-loka yang merupakan sebuah sorga di mana hal-hal yang bersifat mubazir tidak hadir, dan hanya didiami oleh mereka-mereka yang telah sadar (eling).

Keterangan : Kemungkinan kunjungan sang resi yang telah sadar ini ke Brahma-loka adalah untuk menyampaikan berita mengenai keagungan para pemuja Yang Maha Esa yang lebih dijaga dan dihormati oleh Yang Maha Esa itu sendiri dibandingkan dengan para resi atau brahmana yang sok pamer kekuasaan dan kesaktian, demikian kesimpulan sementara peneliti kisah ini.

23. Sementara pelarian Durvasa muni ke berbagai loka-loka, maka Maharaja Ambarisa menantinya kembali dengan berpuasa makan dan hanya minum air demi menjaga dirinya.

24. Setahun berlalu sewaktu Durvasa Muni kembali kehadapan sang raja, dan Maharaja Ambarisa langsung saja menghaturkan penghormatan dan berbagai santapan yang bersifat suci dan satvik (ati-pavitram), kemudian baru menyusul beliau ikut bersantap setelah sang resi memohonnya. Sewaktu sang raja menyaksikan bagaimana sang resi ini selamat dari bara apinya Sudharsana-Cakra, beliau langsung saja faham bahwa berkat karunia Yang Maha Esa, beliau sendiri (sang raja) ternyata juga sakti mandraguna, beliau juga langsung sadar bahwa semua itu bukan miliknya, karena pada hakikatnya yang melaksanakan semua hal di dunia ini adalah Tuhan Yang Maha Kuasa itu sendiri.

Keterangan : Sang raja tidak terkecoh oleh sidhi (kesaktian yang bisa menyesatkan para orang suci yang berada di persimpangan jalan spritual mereka) Sidhi dalam bentuk ketenaran, kesaktian, keajaiban, kedudukan dan berbagai popularitas lainnya selalu menghadang kaum suci yang masih memiliki sedikit banyak ego, angkara (ahankara), iri-hati dan sebagainya. Dan banyak kaum suci ini yang jatuh dan gagal ditengah-tengah perjalanan sadhana dan bhakti mereka, di antara mereka yang terbaik adalah seperti yang disebutkan Bhagavat-Gita di bawah ini :

Sri Krishna bersabda : "Diantara semua yogis, ia yang selalu bersemayam secara harmonis di dalamKu, penuh dengan iman, memujaKu dengan puja bhakti secara mistis, terjalin denganKu secara intim di dalam yoga, adalah pemujaKu yang tertinggi."

Sloka di atas sulit untuk dijabarkan kepada manusia awam, karena pada hakikatnya hubungan antara Sang Pencipta dan sang pemuja bisa terjalin secara sangat intim. Sehari saja sang pemuja tidak bertegur-sapa denganNya, ia merasa resah, gelisah dan "sakit" karena rasa rindunya kepada Beliau yang senantiasa mengayomi sang pemuja ini. Para pemuja ini sering dianggap gila dan tidak bertanggung jawab kepada sekitarnya karena selalu terserap kedalamNya, padahal ia sebenarnya diliputi oleh kesaktian yang luar biasa dan selalu tercukupi kebutuhannya.

25. Berdasarkan iman yang tanpa pamrih ini, juga berdasarkan bakti yang berkesinambungan, Maharaja Ambarisa yang sebenarnya termasuk digjaya dan sakti-wirawan ini, memuja Paramatma dan Vasudewa (Yang Maha Esa), dan karenanya selalu sempurna puja-baktinya. Begitu dalamnya bakti beliau kepada Yang Maha Esa, sehingga selalu beranggapan bahwa swarga atau loka yang tertinggi itu sama saja nilainya dengan neraka yang paling rendah statusnya.

Keterangan : Sekali seseorang manunggal dengan Jati Dirinya, maka ia akan mengenali berbagai wujud dan manifestasi Yang Maha Esa baik yang secara duniawi berwujud (Sakara Brahman) maupun yang tidak terwujud (Nirguna Brahman) seperti Brahman, Para Brahman, Paramatman, Atman, Krishna, Rama dan sebagainya dalam suatu pemahaman yang Esa dan Eka.

26. Sri Sukadewa Goswami melanjutkan kisah ini. Selanjutnya dikarenakan tahap bakti dan kesadarannya yang teramat tinggi, Maharaja Ambarisa, tidak berhasrat lagi terhadap kehidupan duniawinya, dan memutuskan untuk meninggalkan keluarganya. Beliau kemudian membagi-bagi kerajaannya kepada para putra-putranya yang konon sebaik dirinya, dan memasuki tahap vanaprasta. Beliau mengasingkan dirinya ke tepi sebuah lautan yang shanti (damai) demi pemusatan pikirannya ke Vasudewa (Yang Maha Esa).

27. Barangsiapa mengulang (berjapa dan mengisahkan) kisah ini kepada para pemuja yang lain-lainnya maka dipastikan ia akan berubah menjadi pemuja sejati Yang Maha Esa (Bhagavatah).

28. "Dengan karunia Yang Maha Esa, mereka-mereka yang mendengarkan kisah bhakta agung Maharaja Ambarisa ini dipastikan mendapatkan kebebasan spritual dan menjadi seorang pemuja Tuhan Yang Maha Esa dalam sekejab."

Dengan ini berakhirlah kisah
Maharaja Ambarisa dan Durvasa muni.

OM.....SHANTI.....SHANTI.....SHANTI
OM.....TAT.....SAT

Source : IB Oka Nila

0 comments:

Posting Komentar