Kamis, 01 November 2012

Pengantar

By

Tulisan yang satu ini merupakan salah satu rangkaian kisah-kisah yang diambil dari Srimad Bhagavatham. Konon di kisah ini diceritakan secara singkat mengenai sejarah Maharaja Nabhaga dan putranya yang bernama mirip dengan ayahnya yaitu Naabhaaga. Nabhaga adalah putra Sang Manu, manusia pertama. Naabhaaga, cucu Sang Manu ini bertahun-tahun hidup di gurukula yaitu perguruan di zaman lampau yang mendidik para putra raja dengan ilmu kebatinan dan lain sebagainya, sebelum para pangeran ini diangkat jadi raja. Karena terlalu lama belajar di gurukula maka saudara-saudaranya beranggapan bahwa Naabhaaga tidak berhasrat kembali ke kerajaannya, dan tanpa berunding dengan ayah maupun Naabhaaga sendiri, mereka membagi-bagi kerajaan di antara mereka sendiri.

Hingga suatu ketika pangeran Naabhaaga kembali ke kerajaannya dan oleh para saudaranya ia diberitahu akan pembagian warisan ini dan sudah tidak ada apapun lagi di kerajaan yang dapat diwariskan selain ayah mereka yang sudah lanjut usia, jadi sang ayah inilah yang diwariskan kepadanya.

Sang ayah merasa telah terjadi kecurangan diantara putra-putranya dan beliau menitahkan Naabhaaga untuk bertapa di sebuah tempat pemujaan pengorbanan. Naabhaaga dibekali dengan dua buah mantra yang harus dipanjatkan di tempat ini sewaktu diperlukan. Lokasi pengorbanan dan pemujaan yang suci ini dihuni oleh para resi yang dipimpin oleh Resi Angira yang banyak sekali mendapatkan harta dalam bentuk dana-punia yang disumbangkan oleh masyarakat kepadanya. Seluruh harta ini kemudian diwariskan kepada Naabhaaga, tetapi Dewa Shiwa sebagai penunggu di tempat suci tersebut ingin menguji iman sang pangeran ini. Ternyata Naabhaaga malahan bersedia untuk menyerahkan seluruh harta ini kepada Dewa Shiwa. Hal itu tentu saja sangat memuaskan hati sang Dewa yang kemudian mengembalikan seluruh harta ini kepadanya.

Konon Naabhaaga suatu waktu berputrakan Ambarisa, seorang raja yang sangat dashyat kesaktiannya dan juga merupakan pemuja ideal Yang Maha Kuasa, dan sangat terkenal di negaranya. Begitu dashyat kekuasaannya sehingga pada zamannya beliau dianggap raja dunia karena menguasai sebagian besar bumi ini, tetapi sang raja sendiri konon sangatlah sederhana dan rendah hati dan sebagai pemuja Maha-Vishnu beliau selalu beranggapan bahwa semua harta benda dan kekuasaan beliau adalah milik Yang Maha Kuasa, ia secara pribadi tidak ingin terikat dengan segala kebesaran ini. Beliau mengarahkan seluruh aktifitas kehidupan spritualnya kepada Yang Maha Esa semata-mata (Yuktah-Vairagya). Beliau bahkan tidak menghasratkan moksha, karena kehidupan bagi beliau adalah kewajiban tanpa pamrih.

Pada suatu hari di keheningan Vrandawana (tempat kelahiran Sang Krishna), sang raja memuja sesuai dengan tradisi upacara Dvadasi, yaitu hari yang jatuh sesudah hari Ekadasi. Pada saat beliau akan berbuka puasa hadirlah seorang resi yang teramat sakti tanpa diundang yang bernama Durvasa Muni. Dengan segala kebesaran dan rasa hormat yang dalam, sang resi diterima olehnya dan diajak untuk bersantap bersama. Sang resi menerima undangan berbuka puasa ini tetapi meminta waktu sejenak untuk mandi dan membersihkan dirinya di sungai Yamuna di siang hari itu. Konon begitu lamanya sang resi ini berada di sungai tersebut sehingga waktu berbuka puasa hampir lewat dan kalau sang raja tidak berbuka puasa pada saat itu, maka ia harus berpuasa setahun lagi lamanya. Tentu saja hal ini menimbulkan dilema bagi sang raja dan para resi yang hadir, dan akhirnya diputuskan bersama untuk meneguk sedikit air sebagai simbol berbuka puasa tetapi tanpa menyentuh santapan karena menunggu datangnya kembali Durvasa Muni. Sang resi yang datang terlambat ternyata sangat murka sewaktu menyadari bahwa sang raja telah meneguk air tanpa menunggunya. Dengan sangat angkuh dan penuh angkara murka ia menciptakan seorang iblis yang menakutkan dari rambutnya.

Sang iblis langsung menyerang sang raja, tetapi Maharaja Ambarisa tidak dapat tersentuh oleh iblis ini karena tiba-tiba entah dari mana muncullah Sudharsana-cakra milik Sang Hyang Maha Vishnu dan menangkis serangan ini. Hancur dan musnahlah sang iblis dalam sekejab, kemudian sang cakra meleset ke arah Durvasa Muni, yang langsung kabur dan terbang ke angkasa karena tidak dapat menahan kedashyatan cakra ini. Dari satu loka ke loka lainnya ia terbang mencari perlindungan para dewa tetapi tidak ada seorang dewapun yang mau menolong resi yang takabur ini, hingga akhirnya ia menyerahkn dirinya ke Sang Hyang Narayana. Tetapi Beliaupun menolaknya dan memerintahkan sang resi yang angkuh ini agar meminta maaf langsung ke Maharaja Ambarisa yang masih menunggunya kembali.

Selama menunggu kembalinya sang resi, sang raja melanjutkan puasanya yang tanpa disadari, kurun waktu setahunpun telah terlampaui. Puasa sang raja yang agung ini dianggap sebagai sebuah yoga tersendiri bagi pemuja Yang Maha Esa khususnya pemuja Vishnu dan Kreshna Vasudewa yang sebenarnya adalah satu. Sloka-sloka di akhir kisah ini akan menyadarkan kita akan keserakahan dan kesaktian sementara Brahmana yang selalu sema-mena kepada kaum yang berasal dari varna lainnya. Sedangkan disisi lain, Yang Maha Esa itu sendiri sangat rendah hati dalam melindungi umatnya dengan perlindungan total. Semoga kisah suci ini bisa menambah wawasan kita dalam mendekatkan diri kita kepadda Tuhan Yang Maha Esa.

OM.....TAT.....SAT

Dikirim oleh: Kadek Bagus

Source :   oka.nila@yahoo.com

0 comments:

Posting Komentar